Pemerintah Pastikan BSU Tidak Membebani Utang Negara

Oleh : Astrid Widia )*

Menghadapi dinamika perekonomian global yang penuh tantangan, pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas fiskal dengan memastikan bahwa program Bantuan Subsidi Upah (BSU) tidak akan membebani utang negara. Kebijakan ini menunjukkan bahwa stimulus yang digulirkan tetap berada dalam koridor kehati-hatian, dengan memperhitungkan keberlanjutan fiskal jangka panjang secara cermat. Program BSU yang merupakan bagian dari paket stimulus ekonomi senilai Rp 24,44 triliun pada kuartal kedua tahun 2025, dirancang untuk menopang daya beli masyarakat, khususnya para pekerja dengan penghasilan rendah hingga menengah. Namun berbeda dari persepsi umum bahwa program bantuan sosial berisiko menambah utang negara, pemerintah menekankan bahwa skema pendanaan BSU kali ini tidak berasal dari pinjaman baru.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa anggaran untuk stimulus tersebut berasal dari pengelolaan belanja negara yang secara total ditetapkan sebesar Rp 3.621 triliun dalam APBN tahun 2025.

Menurut dia, tidak ada rencana pemerintah untuk mengandalkan utang tambahan, karena efisiensi dan realokasi anggaran telah dilakukan jauh hari untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan strategis. Paket stimulus yang diluncurkan bersamaan dengan masa libur sekolah ini mencakup lima kebijakan utama. Beberapa kebijakan yang diusung mencakup potongan harga untuk moda transportasi seperti kereta api, pesawat terbang, dan kapal penyeberangan, dengan total anggaran sebesar Rp 940 miliar.

Di samping itu, pemerintah juga mengalokasikan Rp 650 miliar untuk diskon tarif jalan tol, memperkuat bantuan sosial serta program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang dananya mencapai Rp 110,72 triliun, dan memperpanjang potongan iuran dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) senilai Rp 200 miliar. Keseluruhan kebijakan ini dirancang agar memberikan dampak langsung terhadap konsumsi masyarakat, sekaligus menjaga kestabilan ekonomi dari sisi permintaan.

Febrio juga memaparkan bahwa dari total Rp 24,44 triliun, sebesar Rp 23,59 triliun berasal dari anggaran pemerintah pusat melalui APBN, dan sisanya sebesar Rp 850 miliar berasal dari sumber non-APBN. Struktur alokasi tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa pemberian stimulus tidak dilakukan dengan bergantung sepenuhnya pada penambahan utang baru.

Bahkan dari sisi manajemen utang, Indonesia masih tergolong berada dalam posisi aman, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di angka 39 persen. Ini masih lebih rendah dibandingkan banyak negara lain yang menghadapi tekanan utang lebih tinggi.

Kepercayaan investor asing juga tetap tinggi terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa dalam periode 23-25 Juni 2025, terdapat aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik senilai Rp 2,83 triliun.

Dari jumlah tersebut, instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) mencatatkan aliran masuk Rp 3,68 triliun, sementara Surat Berharga Negara (SBN) juga mencatatkan tambahan Rp 1,29 triliun. Meski terjadi aliran dana keluar dari pasar saham sebesar Rp 2,14 triliun, Indonesia tetap berada dalam posisi aman dalam hal instrumen Surat Berharga Negara (SBN), bahkan dipandang sebagai salah satu negara berkembang dengan kestabilan dan kredibilitas fiskal terbaik.

Febrio turut menekankan bahwa dominasi investor dalam negeri dalam kepemilikan SBN, yang kini mencapai 85 persen, menjadi faktor penting dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional. Sisa 15 persen dimiliki oleh investor asing. Komposisi ini menunjukkan ketahanan ekonomi domestik yang semakin kuat karena bergantung pada dukungan dalam negeri.

Menariknya, keterlibatan publik juga semakin tinggi dalam pasar keuangan negara. Bahkan segmen ritel, seperti ibu rumah tangga dan mahasiswa, kini sudah mulai terlibat dalam pembelian SBN melalui sistem identitas tunggal. Dengan nominal pembelian yang terjangkau mulai dari Rp 1 juta, partisipasi masyarakat dalam pembiayaan negara semakin luas.

Salah satu komponen utama dari stimulus ini adalah program Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025. Program ini dirancang untuk melindungi daya beli pekerja yang terdampak tekanan ekonomi dengan menyasar 17,3 juta pekerja yang memiliki penghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan atau di bawah Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebutkan bahwa pada tahap pertama, sebanyak 2.450.068 pekerja sudah menerima bantuan dari total 3.697.836 penerima yang ditetapkan. Saat ini, sekitar 4,5 juta calon penerima bantuan untuk tahap kedua masih menjalani tahapan verifikasi data.

Pemerintah juga menargetkan bahwa penyaluran bantuan dapat dilakukan secara cepat dan tepat sasaran melalui sistem pencairan langsung ke rekening masing-masing penerima. Program BSU tidak terbatas pada pekerja sektor formal saja, tetapi juga menyentuh kelompok rentan seperti guru honorer. Sebanyak 288.000 guru yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta 277.000 guru di lingkungan Kementerian Agama tercatat sebagai penerima bantuan senilai Rp 600.000 untuk periode dua bulan, yaitu Juni dan Juli 2025.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa anggaran sebesar Rp 10,72 triliun telah disiapkan melalui APBN khusus untuk mendanai pelaksanaan BSU tahun ini. Ia menambahkan bahwa target program ini adalah pekerja dan guru honorer yang memiliki penghasilan di bawah Rp 3,5 juta atau di bawah upah minimum yang berlaku.

Kriteria penerima mengacu pada data BPJS Ketenagakerjaan, dengan syarat utama seperti kepemilikan NIK, status WNI, menjadi peserta aktif hingga April 2025, dan tidak sedang menerima bantuan sosial lain seperti PKH, serta bukan ASN, TNI, maupun Polri.

Dengan mekanisme yang terukur, stimulus ekonomi 2025 ini diyakini mampu menjadi bantalan efektif bagi ekonomi nasional tanpa harus menambah beban utang negara. Pemerintah telah menunjukkan bahwa pengelolaan fiskal yang bertanggung jawab tetap bisa berjalan selaras dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga kesejahteraan masyarakat. Dukungan dari seluruh elemen masyarakat dibutuhkan agar program-program seperti stimulus ekonomi 2025 ini dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan bersama.

)* Penulis adalah pengamat kebijakan publik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *