Mengapresiasi Penyelenggaraan PUIC 2025 Sukses Wujudkan Solidaritas Parlemen Dunia Islam

Oleh: Ina Guritno (*

Konferensi ke-19 Persatuan Parlemen Negara-Negara OKI (PUIC) yang digelar di Jakarta resmi berakhir pada Kamis (15/5). Forum yang berlangsung sejak 12 Mei 2025 lalu tersebut menandai babak baru dalam sejarah diplomasi parlemen dunia Islam, dengan diserahkannya tongkat kepemimpinan PUIC dari Ketua Parlemen Republik Pantai Gading, Adama Bictogo, kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani. Serah terima ini bukan hanya simbolis, tetapi juga mencerminkan kepercayaan besar dunia Islam terhadap Indonesia sebagai pemimpin transformasi PUIC ke depan.

Adama Bictogo secara tegas menyatakan optimismenya terhadap kepemimpinan Indonesia. Dihadapan para delegasi, dia percaya terhadap kepemimpinan Puan akan ditandai oleh perubahan yang signifikan. Pengakuan ini tentu bukan tanpa dasar. Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di dunia Islam memiliki rekam jejak kuat dalam mengedepankan nilai-nilai keadilan, pluralisme, dan diplomasi yang inklusif.

Sidang PUIC 2025 juga membawa makna lebih dalam karena bertepatan dengan peringatan 25 tahun berdirinya organisasi ini. Dalam pidatonya, Puan Maharani menekankan pentingnya semangat “new emerging forces” yang dahulu digaungkan pada Konferensi Asia-Afrika 1955 untuk kembali menjadi landasan gerakan membangun tatanan dunia yang lebih adil, damai, dan sejahtera.

Menurut Puan, solidaritas dan kerja bersama antar negara anggota menjadi modal utama untuk membangun tatanan dunia yang berwajah humanis. Menurutnya tidak bisa membiarkan arah dunia ditentukan hanya oleh kepentingan kekuatan besar. Dengan 54 negara anggota, PUIC memiliki potensi besar sebagai kekuatan politik global yang berpengaruh apabila mampu bersatu dalam visi dan aksi bersama.

Salah satu isu utama yang diangkat dalam konferensi tahun ini adalah pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan penguatan kelembagaan (strong institutions). Tema ini menjadi sangat relevan mengingat dunia saat ini tengah menghadapi krisis multidimensi — mulai dari ketidakpastian politik, krisis ekonomi, perubahan iklim, hingga konflik geopolitik yang semakin kompleks. Bictogo menyebut tema ini sebagai “fondasi mutlak” untuk membangun ketahanan global.

Indonesia melalui DPR RI menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga perdamaian dunia. Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Bramantyo Suwondo, menegaskan bahwa Indonesia akan terus menjadi bagian dari solusi global. Dia menegaskan bahwa Indonesia berpegang pada prinsip bahwa setiap negara, besar atau kecil, memiliki kedudukan yang sama dalam menghadapi tantangan global. Melalui PUIC, negara-negara yang tergabung dapat memperkuat komunikasi dan kesepahaman.

Lebih lanjut, Indonesia juga membawa agenda konkret dalam mendorong pemberdayaan perempuan, perlindungan komunitas minoritas Muslim, dan penguatan kerja sama ekonomi berbasis syariah. Dalam forum komite khusus, anggota BKSAP DPR RI, Mohamad Sohibul Iman, mengusulkan pembentukan panitia khusus untuk memantau dan mencegah undang-undang diskriminatif terhadap Muslim minoritas. Usulan ini menunjukkan kepekaan Indonesia terhadap persoalan HAM global dan perlindungan atas keadilan universal.

Isu ekonomi juga tak luput dari perhatian. Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Ravindra Airlangga, menyoroti stagnasi perdagangan intra-OKI yang masih di kisaran 19 persen dari total perdagangan luar negeri negara anggota. Padahal, potensi pasar halal global diprediksi mencapai 2,4 triliun dolar AS pada tahun 2026. Ravindra menyoroti saat ini produk halal dunia masih didominasi oleh negara-negara di luar OKI. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang besar bagi negara-negara anggota OKI. Ravindra mendorong penguatan rantai pasok halal bersama dan peningkatan konektivitas logistik antar negara anggota.

Melalui diplomasi parlemen ini, Indonesia menegaskan bahwa kerja sama di bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya harus menjadi prioritas bersama. Bukan hanya untuk kepentingan sesaat, tetapi demi membangun peradaban Islam yang lebih progresif, adil, dan sejahtera. Apalagi, dunia Islam saat ini masih menghadapi tantangan besar seperti perjuangan kemerdekaan Palestina, krisis di Gaza, kemiskinan, dan ketimpangan teknologi.

Puan Maharani dengan tegas menyuarakan pentingnya pembangunan “culture of peace” di tengah dunia yang sarat konflik. Ia menyerukan kepada parlemen negara anggota PUIC untuk mendorong lebih banyak negara mengakui kedaulatan Palestina dan menyelesaikan konflik melalui solusi dua negara. Puan menegaskan bahwa Gaza adalah milik rakyat Palestina yang harus dibangun kembali dengan keadilan dan harapan.

Di tengah berbagai tantangan global ini, suksesnya penyelenggaraan PUIC ke-19 di Jakarta menjadi cermin kepemimpinan Indonesia yang semakin diperhitungkan di kancah internasional. Tidak hanya menjadi tuan rumah yang baik, Indonesia juga berhasil membentuk arah pembicaraan yang substantif, inklusif, dan pro-rakyat. Hal ini semakin menguatkan posisi DPR RI sebagai aktor strategis dalam diplomasi global berbasis nilai kemanusiaan dan solidaritas Islam.

PUIC 2025 adalah momentum strategis, bukan hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia Islam. Melalui kepemimpinan transformasional, kerja bersama yang konkret, dan solidaritas yang utuh, organisasi ini berpotensi menjadi kekuatan global yang membawa perubahan nyata. Indonesia telah menyalakan obor harapan itu. Kini saatnya seluruh anggota PUIC menyalakan sinarnya di panggung dunia.

(* Penulis merupakan pengamat hubungan internasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *