Pemerintah Perluas Akses Internet Posko Banjir Guna Edukasi Warga Waspadai Provokasi Separatis

Oleh : Rivka Mayangsari*)

Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Barat, serta Sumatera Utara sejak akhir November 2025 menjadi ujian besar bagi ketahanan nasional, khususnya pada sektor komunikasi dan informasi. Di tengah lumpuhnya infrastruktur fisik, konektivitas digital terbukti menjadi kebutuhan mendasar yang menentukan kecepatan evakuasi, distribusi bantuan, hingga stabilitas sosial masyarakat. Menyadari hal tersebut, pemerintah bergerak cepat memperluas akses internet di posko-posko banjir agar warga tetap terhubung, memperoleh informasi yang akurat, serta teredukasi untuk waspada terhadap provokasi, termasuk narasi separatis yang berpotensi memecah persatuan.

Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital, Fifi Aleyda Yahya, menuturkan bahwa bantuan konektivitas difokuskan untuk memastikan warga terdampak dapat berkomunikasi dengan aman dan tetap tenang dalam situasi darurat. Pemerintah menyalurkan bantuan logistik berupa 100 unit genset berkapasitas 10 KVA untuk memulihkan pasokan listrik darurat, serta 500 unit ponsel pintar guna memudahkan komunikasi warga di lokasi pengungsian. Menurutnya, keberlanjutan akses informasi menjadi kunci agar masyarakat tidak terisolasi dari kabar keluarga, layanan darurat, dan informasi resmi pemerintah.

Krisis konektivitas yang terjadi akibat bencana tidak bisa dipandang sebagai persoalan teknis semata. Ribuan base transceiver station mengalami kerusakan, listrik padam total di banyak wilayah, dan jutaan warga sempat terisolasi. Kondisi ini menghambat koordinasi kemanusiaan sekaligus meningkatkan kerentanan sosial. Pemerintah menilai bahwa kekosongan informasi dapat membuka ruang bagi penyebaran hoaks dan narasi provokatif, sehingga pemulihan jaringan komunikasi menjadi prioritas strategis nasional.

Dengan respons cepat Kementerian Komunikasi dan Digital, perbaikan infrastruktur komunikasi dilakukan secara masif dan terkoordinasi. Hingga akhir Desember 2025, progres pemulihan jaringan telah melampaui 90 persen secara nasional. Di Aceh, yang menjadi wilayah terdampak terparah dengan lebih dari 3.400 BTS terganggu, capaian pemulihan meningkat signifikan dari sekitar 52 persen di awal Desember menjadi lebih dari 90 persen di daerah prioritas seperti Aceh Tamiang, Gayo Lues, Bener Meriah, dan Aceh Utara. Peningkatan ini didorong oleh penempatan ratusan genset serta perbaikan intensif di titik-titik krusial.

Sumatera Utara mencatat pemulihan jaringan pada kisaran 97 hingga 99 persen, sehingga warga di Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan kembali dapat melaporkan kondisi lapangan secara langsung kepada pemerintah pusat dan BNPB. Sementara itu, Sumatera Barat menjadi contoh terbaik dengan pemulihan hampir 100 persen sejak awal Desember, menunjukkan efektivitas koordinasi lintas lembaga dalam situasi darurat.

Di sisi lain, penguatan konektivitas juga diarahkan untuk kepentingan edukasi publik. Pakar politik sekaligus Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif’an, mengingatkan munculnya kembali praktik pengibaran simbol Gerakan Aceh Merdeka dalam beberapa waktu terakhir. Ia menilai fenomena tersebut tidak boleh dianggap sebagai ekspresi budaya semata karena mengandung muatan ideologis dan politis yang dapat mengancam stabilitas nasional jika dinormalisasi di ruang publik.

Ali Rif’an menyoroti perubahan pola gerakan separatis yang kini merambah ruang digital. Menurut pengamatannya, provokasi tidak lagi dilakukan melalui aksi fisik semata, melainkan melalui narasi emosional di media sosial yang bertujuan memanipulasi persepsi publik. Sentimen ketidakadilan dipelintir secara sistematis untuk mendelegitimasi peran negara, terutama dengan memanfaatkan situasi krisis dan duka akibat bencana alam.

Ia juga mengkritik keras pihak-pihak yang mencoba mengeksploitasi kondisi psikologis masyarakat terdampak bencana untuk membangun glorifikasi konflik masa lalu. Tindakan tersebut dinilai berisiko memicu gesekan horizontal dan merusak tatanan sosial yang selama ini terjaga. Dalam konteks ini, kehadiran negara melalui penyediaan akses informasi yang sehat menjadi sangat krusial untuk membentengi masyarakat dari pengaruh destruktif.

Pemerintah menegaskan bahwa perluasan akses internet di posko banjir bukan hanya bertujuan mendukung respons darurat, tetapi juga sebagai instrumen strategis menjaga persatuan dan ketahanan nasional. Dengan konektivitas yang terjaga, warga dapat mengakses informasi resmi, layanan edukasi, serta klarifikasi atas isu-isu sensitif yang beredar di ruang digital. Upaya ini sekaligus memperkuat literasi informasi masyarakat agar lebih kritis dan tidak mudah terprovokasi.

Selain itu, keterlibatan aktif aparat keamanan, relawan digital, dan tokoh masyarakat lokal turut diperkuat dalam pemanfaatan akses internet di posko banjir. Melalui kanal komunikasi resmi dan media sosial, pemerintah mendorong penyebaran pesan-pesan persatuan, empati, serta informasi kebencanaan yang kredibel. Edukasi literasi digital diberikan secara sederhana kepada warga pengungsian agar mampu memilah informasi, menolak hoaks, dan tidak terpengaruh narasi provokatif. Langkah ini menjadi bagian dari strategi perlindungan masyarakat, khususnya generasi muda, dari infiltrasi pesan separatis yang memanfaatkan situasi krisis.

Sebagai penutup, pemerintah memastikan bahwa penguatan konektivitas di wilayah terdampak bencana akan dilanjutkan sebagai agenda jangka panjang. Kolaborasi lintas kementerian, aparat keamanan, pemerintah daerah, serta tokoh masyarakat terus diperkuat untuk menjaga ruang digital tetap sehat, edukatif, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Dengan demikian, pemulihan pascabencana tidak hanya memulihkan infrastruktur fisik, tetapi juga memperkokoh ketahanan sosial dan persatuan bangsa.

*) Pemerhati Politik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *