Rp 24 Triliun untuk Rakyat Jurus Pemerintah Jaga Ekonomi Tumbuh di Tengah Tekanan Global

Oleh : Ricky Rinaldi

Di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat gejolak geopolitik dan pelemahan harga komoditas, pemerintah Indonesia bergerak cepat. Alih-alih pasif, negara justru meluncurkan stimulus ekonomi sebesar Rp 24,44 triliun untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi nasional tetap berada pada jalurnya, khususnya pada kuartal II tahun 2025.

Langkah ini tidak hanya mencerminkan kekuatan fiskal negara, tetapi juga strategi yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Pemerintah menetapkan enam kebijakan utama yang menyasar konsumsi rakyat. Di antaranya adalah diskon tiket kereta api sebesar 30 persen untuk jutaan penumpang, insentif PPN untuk tiket pesawat kelas ekonomi, serta pemotongan tarif kapal laut hingga 50 persen. Selain itu, jalan tol juga digratiskan secara terbatas selama masa liburan sekolah.

Pemerintah juga kembali menyalurkan bantuan subsidi upah bagi para pekerja bergaji rendah serta memberikan bantuan pangan tambahan kepada lebih dari 18 juta keluarga prasejahtera. Seluruh program ini berlangsung dari Juni hingga akhir Juli 2025, dengan dana utama berasal dari APBN dan sebagian kecil dari kontribusi BUMN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa stimulus ini dirancang agar pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga mendekati 5 persen pada kuartal II 2025. Ia menekankan pentingnya menyalurkan kekuatan APBN secara langsung ke masyarakat yang saat ini sedang menghadapi tekanan biaya hidup. Menurutnya, kebijakan ini juga merupakan bentuk tanggung jawab fiskal yang terukur dan berdampak nyata.

Dukungan dari sisi moneter pun tidak kalah kuat. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan bahwa BI telah menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,50 persen sebagai langkah mendorong penyaluran kredit dan konsumsi domestik. Ia menilai bahwa kebijakan ini tetap menjaga stabilitas harga dan nilai tukar sembari merangsang pertumbuhan ekonomi. Kombinasi antara langkah fiskal dan moneter, menurut Perry, adalah strategi penting agar Indonesia tidak terjebak dalam perlambatan ekonomi yang lebih dalam.

Dari kalangan analis, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian, menilai bahwa paket stimulus ini merupakan langkah awal yang cukup efektif untuk merangsang konsumsi. Namun, ia mengingatkan bahwa setelah stimulus ini selesai pada akhir Juli, pemerintah perlu mempercepat realisasi belanja negara, terutama untuk infrastruktur. Ia berpendapat bahwa keberlanjutan pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada pergerakan belanja negara di semester kedua.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 sebesar 4,87 persen secara tahunan, dengan konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh total Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, tekanan terhadap daya beli masyarakat kian terasa akibat kenaikan biaya hidup. Karena itu, stimulus yang menyentuh langsung kebutuhan dasar seperti transportasi, energi, dan pangan dipandang sangat tepat dan dibutuhkan.

Momentum peluncuran stimulus juga dianggap strategis karena bertepatan dengan libur sekolah dan Idul Adha—dua periode di mana konsumsi masyarakat biasanya meningkat. Kebijakan ini tidak hanya menstimulasi pengeluaran rumah tangga, tetapi juga membantu menurunkan beban biaya hidup bagi keluarga kecil dan pekerja rentan.

Lebih jauh, langkah pemerintah dan Bank Indonesia ini menunjukkan sinergi kebijakan yang solid. Di satu sisi, fiskal digerakkan untuk menggerakkan konsumsi, dan di sisi lain, moneter dikelola untuk menjaga stabilitas ekonomi makro. Hingga Mei 2025, tingkat inflasi nasional tetap terkendali di bawah 3 persen dan cadangan devisa berada pada posisi yang cukup untuk menjaga ketahanan eksternal.

Meskipun tantangan global masih membayangi, kebijakan ini mengirimkan sinyal kuat bahwa negara hadir dan tanggap. Ini menjadi bukti bahwa kekuatan fiskal tidak hanya tercermin dalam angka-angka, tetapi dalam aksi nyata yang dirasakan langsung oleh rakyat.

Kebijakan ini juga membawa efek positif bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Dengan meningkatnya mobilitas dan konsumsi rumah tangga, permintaan terhadap barang dan jasa UMKM pun diperkirakan meningkat, membuka ruang bagi percepatan pemulihan sektor informal.

Tidak hanya jangka pendek, keberanian pemerintah menggulirkan stimulus dalam masa sulit ini juga menunjukkan komitmen untuk menjaga momentum reformasi struktural. Keberpihakan terhadap masyarakat kecil dan pelaku ekonomi riil menjadi pondasi penting bagi pembangunan jangka panjang yang inklusif dan berkelanjutan.

Di sisi lain, peran pemerintah daerah juga menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan stimulus ini. Pemerintah pusat mendorong sinergi lintas level pemerintahan agar distribusi bantuan dan pelaksanaan insentif berjalan lancar hingga ke pelosok. Kolaborasi ini penting agar tidak ada masyarakat yang tertinggal dalam menerima manfaat kebijakan, sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi daerah yang masih terdampak ketimpangan akses dan infrastruktur.

Para pelaku industri dan asosiasi pengusaha pun menyambut baik langkah pemerintah ini. Banyak yang menilai bahwa dengan meningkatnya daya beli masyarakat, aktivitas produksi dan distribusi barang akan ikut terdorong. Hal ini diharapkan dapat menciptakan efek berantai, mulai dari peningkatan omzet usaha hingga terbukanya kembali lapangan kerja. Di tengah perlambatan global, kebijakan seperti ini menjadi bukti bahwa optimisme masih bisa dibangun melalui kebijakan yang berpihak dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.

*)Pengamat Isu Strategis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *